Mengenal Hukum Kafalah Menurut Dalil Islam
Kafalah adalah jaminan yang diberikan oleh penanggung (kafil) kepada pihak ketiga dalam rangka memenuhi kewajiban dari pihak kedua atau yang ditanggung (makful anhu) terkait tuntutan yang berhubungan dengan jiwa, hutang, barang, atau pekerjaan apabila pihak yang ditanggung cedera janji atau wanprestasi dimana pemberi jaminan bertanggung-jawab atas pembayaran kembali suatu hutang menjadi hak penerima jaminan.
Istilah Al-kafalah berasal dari bahasa Arab, yang berarti al-Dhaman (jaminan), hamalah (beban), dan za’amah (tanggungan). Secara terminologi muamalah, pengertian al-kafalah adalah mengumpulkan tanggung jawab penjamin dengan tanggung jawab yang dijamin dalam masalah hak atau hutang sehingga hak atau utang itu menjadi tanggung jawab penjamin. Sedangkan dalam teknis perbankan kafalah adalah pemberian jaminan kepada nasabah atas usahanya untuk melakukan kerja sama dengan pihak lain.
Pengertian kafalah berdasarkan ulama Malikiyah, Syafi iyah dan Hanabilah adalah mengumpulkan penjamin ke dalam tanggungan orang yang di jamin (yang berhutang) dalam ketetapan atau kewajiban yang hak dalam masalah hutang, artinya hutang itu menjadi tetap atas tanggungan mereka berdua.
Perbedaan definisi hanya terletak pada obyek tanggung jawabnya. Ulama Hanafiyah mengemukakan bahwa obyek kafalah tidak hanya berupa harta, melainkan juga jiwa, materi dan pekerjaan. Sementara ulama Mazhab yang lain menyatakan bahwa obyek kafalah berkaitan dengan harta, seperti hutang piutang.
Mengenal Kafalah
Untuk memahami kafalah dapat dimulai dari pengertiannya terlebih dahulu. Menurut bahasa kafalah adalah al dhamah yang berarti jaminan, atau hamalah yang berarti beban, dan za’amah yang berarti tanggungan.
Menurut istilah, kafalah adalah upaya menyatukan tanggung jawab penjamin kepada orang yang dijamin dalam suatu perjanjian untuk menunaikan hak wajib, baik di waktu itu atau yang akan datang.
Dalam pelaksanaannya, kafalah akan melibatkan akad atau perjanjian dari satu pihak ke pihak lain yang disepakati bersama. Akad inilah yang menjadi pedoman bagi setiap pihak yang terlibat dalam melaksanakan atau menunaikan hak wajib yang dimilikinya.
Selain itu, setiap pihak juga harus mengetahui dan memenuhi rukun serta syarat yang harus dipenuhi sebelum melakukan pelaksanaan kafalah.
Landasan Hukum Kafalah
Kafalah merupakan salah satu bentuk ikatan antar sesama umat manusia telah disyariatkan baik dalam Al-Quran, Al-hadist, dan ijma ulama.
Al-Quran
Penjelasan Al-kafalah atau jaminan di dalam al-Qur'an terdapat pada surat Yusuf ayat 72, yaitu:
قَالُوْا نَفْقِدُ صُوَاعَ الْمَلِكِ وَلِمَنْ جَاۤءَ بِهٖ حِمْلُ بَعِيْرٍ وَّاَنَا۠ بِهٖ زَعِيْمٌ
Artinya: "Dan barang siapa yang dapat mengembalikannya piala raja, maka ia akan memperoleh bahan makanan seberat beban unta, dan aku yang menjamin terhadapnya". (QS. Yusuf: 72)
Al-Hadist
Transaksi kafalah (penjaminan) telah terjadi semenjak masa Rasulullah SAW. Salah satu hadist Nabi yang berkaitan dengan kafalah seperti yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah, yaitu: "Penjamin adalah orang yang berkewajiban harus membayar dan hutang juga harus dibayar". (HR. Ibnu Majah)
Ijma Ulama
Mengenai kafalah para ulama berijma membolehkannya. Orang-orang Islam pada masa Nubuwwah mempraktikkan hal ini, bahkan sampai saat ini tanpa adanya teguran dari seseorang ulama-pun.
Ketentuan-ketentuan yang menjadi dasar pembolehan kafalah adalah berupa Kaidah Fiqih yang berbunyi “Pada dasarnya, semua bentuk muamalah boleh dilakukan kecuali ada dalil yang mengharamkan dan bahaya (beban berat) harus dihilangkan".
Sebagai landasan hukum, Dewan Syariah Nasional mengeluarkan fatwa tentang kafalah dan menetapkan fatwa Dewan Syariah Nasional No. 11/DSN-MUI/ IV/2000 tentang kafalah yang ditetapkan tanggal 08 Muharram 1421 H atau tanggal 13 April 2000.
Fatwa ini menetapkan bahwa pemberian jasa kafalah dilakukan dengan prosedur masing-masing bank syariah yang memberikan, dengan mengacu pada ketentuan umum bank garansi yang telah ditetapkan Bank Indonesia dan rukun kafalah yang telah ditetapkan oleh Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia.
Rukun Kafalah
Setelah mengetahui pengertiannya, berikutnya akan dijelaskan mengenai rukun dan syarat dalam kafalah. Rukun dan syarat ini perlu diketahui dan dipenuhi sebelum Anda melakukan pelaksanaan kafalah. Terdapat lima rukun ad dhaman atau al kafalah adalah sebagai berikut:
Ad-Dhamin atau al-kafil (orang yang menjamin atau penjamin)
Al-Madhmun lahu atau al-makful lahu (orang yang diberikan jaminan. Contohnya, dalam kegiatan utang piutang, Al-Madhmun lahu merupakan orang yang memiliki piutang atau orang yang meminjamkan uang).
Al-Madhmun ‘anhu atau al-makful ‘Anhu (orang yang dijamin)
Al-Madhmun atau al-makful (objek jaminan, bianya berupa hutang, uang, barang atau orang)
Sighah (akad/ijab)
Syarat Kafalah
Dari beberapa rukun kafalah tersebut, terdapat beberapa syarat yang harus dipenuhi setiap pihak sebelum melakukan kafalah. Beberapa syarat yang harus dipenuhi dalam kegiatan kafalah adalah sebagai berikut:
Ad-Dhamin atau al-kafil: orang yang menjamin atau memberikan jaminan harus memenuhi syarat baligh, berakal, merdeka atau beas dalam pengelolaan harta bendanya. Dengan begitu, anak-anak dan orang dengan gangguan jiwa tidak bisa menjadi penjamin dalam kegiatan kafalah.
Al-Madhmun lahu atau al-makful lahu : orang yang diberikan jaminan atau memiliki piutang harus diketahui oleh orang yang memberikan jaminan. Selain itu, harus diketahui pula bahwa setiap manusia itu tidak sala, ada yang keras dan ada yang lunak dalam cara menuntut jaminan.
Al-Madhmun ‘anhu atau al-makful ‘Anhu : atau orang yang dijamin, biasanya tidak disyaratkan untuk rela terhadap penjamin, namun jika rela akan lebih baik. Dengan begitu, kerelaan orang yang dijamin bukan syarat wajib yang menentukan sah tidaknya akad jaminan yang dilakukan.
Al-Madhmun atau al-makful : yaitu utang yang berupa barang atau orang. Syarat untuk barang atau orang yang menjadi objek jaminan adalah dapat diketahui dan sudah ditetapkan. Dengan begitu, akan tidak sah ketika objek jaminan tidak diketahui dan belum ditetapkan sebelumya, karena hal ini dimungkinkan bisa berupa gharar atau tipuan.
Sighah : akad yang dilakukan oleh penjamin, syaratnya mengandung makna menjamin, tidak digantungkan pada sesuatu atau tidak berarti sementara.
Cara Pelaksanaan Kafalah
Setelah mengetahui rukun dan syaratnya, berikutnya akan dijelaskan bagaimana cara pelaksanaan kafalah dalam Islam yang baik dan benar. Dalam hal ini, kafalah dapat dilakukan dalam tiga bentuk, yaitu munjaz, mu’allaq, dan mu’aqqat. Beberapa cara pelaksanaan kafalah adalah sebagai berikut:
Munjaz
Munjaz yaitu tanggungan yang ditunaikan dengan seketika atau saat itu juga. Misalnya, ketika seseorang berkata “saya tanggung A dan saya jamin A sekarang.” Jika akad ini terjadi, maka jaminan akan mengikuti akad utang. Apakah harus dibayar saat itu juga atau dicicil sesuai dengan akad yang dilakukan.
Kafalah jenis ini merupakan jaminan mutalk yang tidak dibatasi oleh jangka, baik untuk kepentingan atau tujuan tertentu. Salah satu contoh kafalah munjaz adalah berupa pemberian jaminan dalam bentuk jaminan prestasi seperti yang biasa dilakukan dalam kegiatan perbankan.
Mu’allaq
Mu’allaq merupakan kegiatan menjamin sesuatu dengan dikaitkan dengan sesuatu. Hal ini bisa terjadi seperti saat seseorang berkata “Jika kamu memberikan hutang kepada anakku maka aku yang akan membayarnya” atau “Jika kamu ditagih A maka aku yang akan membayarnya”.
Mu’aqqat
Mu’aqqat yaitu tanggungan atau hak yang harus dibayar dengan dikaitkan pada waktu tertentu. Jenis akad ini contohnya terjadi saat seseorang berkata, “Bila ditagih pada bulan Ramadhan maka aku yang menanggung pembayaran utangmu.” Dalam hal ini, menurut mahzab Hanafi biasanya dikategorikan sebagai kafalah yang sah, sedangkan menurut mahzab Syafi’i batal atau tidak sah.
(WIT)