Memahami Makna Mani, Madzi, Wadi dan Cara Membersihkannya
Di dalam ajaran Islam, cairan yang keluar dari kemaluan dibagi menjadi tiga, yakni mani, madzi dan wadi. Ketiga cairan ini berbeda satu sama lain.
Perbedaan ketiganya juga perlu dipahami dengan baik, karena mani, madzi dan wadi merupakan jenis cairan yang memiliki perbedaan dalam hal hukum dan cara membersihkannya.
Pentingnya mengetahui apa itu mani, madzi, dan wani ini sangat berguna agar kita tahu cara membersihkan dan mensucikan diri dari ketiga jenis cairan tersebut.
Persamaannya jelas, baik mani, madzi, atau wadi adalah cairan yang sama-sama keluar dari kemaluan laki-laki karena proses tertentu. Jika mani dan madzi keluar karena proses syahwat, berbeda dengan wadi yang bisa saja keluar lantaran aktivitas berat.
Lantas apa perbedaan ketiga cairan tersebut dan bagaimana cara membersihkannya?
Mani dan Cara Membersihkannya
Mani merupakan cairan yang keluar secara sengaja atau tidak sengaja ketika syahwat seorang laki-laki mencapai klimaks. Selain itu, cairan ini memiliki aroma yang khas dan keluar dengan cara muncrat.
Menurut para ulama, suatu cairan yang keluar dari kemaluan memenuhi salah satu kriteria tersebut, maka sudah bisa dihukumi sebagai mani. Cairan ini dapat keluar dalam keadaan sadar maupun tidak sadar seperti ketika tidur.
Hukum cairan ini tidak najis. Tetapi, mani menyebabkan hadas besar yang bisa membatalkan puasa atau membuat shalat tidak sah. Maka dari itu, untuk membersihkan cairan ini dari tubuh adalah dengan mandi wajib.
Sedangkan cara membersihkan mani pada pakaian adalah segera mencucinya hingga bersih ketika masih basah. Namun ketika sudah kering, maka nodanya cukup dikerik saja.
Madzi dan Cara Membersihkannya
Madzi adalah cairan putih bening dan lengket yang keluar saat dalam kondisi syahwat. Namun yang membedakan cairan ini dengan mani adalah tidak muncrat dan setelah keluar tidak menyebabkan lemas. Proses keluarnya madzi lebih dulu ketimbang mani.
Keluarnya cairan ini tidak cuma dialami oleh kaum laki-laki saja, tetapi perempuan. Keluarnya cairan ini biasanya tidak terasa.
Cairan ini termasuk najis ringan dan tidak mewajibkan seseorang untuk mandi besar ketika keluar dan tidak membatalkan puasa. Cara membersihkannya cukup mencuci bagian tubuh yang terkena madzi dengan air dan segera berwudhu.
Jika mengenai pakaian, maka membersihkannya dengan memercikkan air ke bagian pakaian yang terkena madzi tersebut.
Wadi dan Cara Membersihkannya
Wadi merupakan cairan putih bertekstur kental dan keruh, tetapi tidak berbau. Wadi dari sisi tekstur memang mirip mani, tapi dari sisi kekeruhannya berbeda dengan mani. Cairan ini biasanya keluar setelah kencing atau setelah mengangkat beban berat. Keluarnya cairan ini bisa setetes, dua tetes, bahkan bisa saja lebih.
Cara membersihkan wadi adalah dengan mencuci kemaluan, lalu dilanjutkan dengan berwudhu jika hendak shalat. Jika cairan wadi terkena badan, maka cara membersihkannya adalah dengan dicuci.
Itulah perbedaan mani, madzi, dan wadi yang penting untuk diketahui setiap muslim. Setelah tahu perbedaannya, cara membersihkanya juga penting untuk diperhatikan.
Mani Najis atau Suci?
Mengenai status mani apakah najis atau suci terdapat pro dan kontra di kalangan ulama. Ada yang mengatakan bahwa mani itu najis seperti Abu Hanifah, Imam Malik dan Imam Ahmad dalam salah satu pendapatnya. Dalil ulama yang menyatakan bahwa mani itu najis adalah riwayat dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, beliau berkata,
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- كَانَ يَغْسِلُ الْمَنِىَّ ثُمَّ يَخْرُجُ إِلَى الصَّلاَةِ فِى ذَلِكَ الثَّوْبِ وَأَنَا أَنْظُرُ إِلَى أَثَرِ الْغَسْلِ فِيهِ
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa mencuci bekas mani (pada pakaiannya) kemudian beliau keluar untuk melaksanakan shalat dengan pakaian tersebut. Aku pun melihat pada pakaian beliau bekas dari mani yang dicuci tadi.”
Sedangkan ulama lainnya menganggap bahwa mani itu suci. Ulama yang berpendapat seperti ini adalah para pakar hadits, Imam Asy Syafi’i, Daud Azh Zhohiri, dan salah satu pendapat Imam Ahmad.
Dalil yang mendukung pendapat kedua ini adalah dalil yang menunjukkan bahwa ‘Aisyah pernah mengerik pakaian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang terkena mani. ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha mengatakan,
كُنْتُ أَفْرُكُهُ مِنْ ثَوْبِ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه
“Aku pernah mengerik mani tersebut dari pakaian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.”
Dalam lafazh lainnya, dari ‘Alqomah dan Al Aswad, mengatakan,
أَنَّ رَجُلاً نَزَلَ بِعَائِشَةَ فَأَصْبَحَ يَغْسِلُ ثَوْبَهُ فَقَالَتْ عَائِشَةُ إِنَّمَا كَانَ يُجْزِئُكَ إِنْ رَأَيْتَهُ أَنْ تَغْسِلَ مَكَانَهُ فَإِنْ لَمْ تَرَ نَضَحْتَ حَوْلَهُ وَلَقَدْ رَأَيْتُنِى أَفْرُكُهُ مِنْ ثَوْبِ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فَرْكًا فَيُصَلِّى فِيهِ.
“Ada seorang pria menemui ‘Aisyah dan di pagi hari ia telah mencuci pakaiannya (yang terkena mani). Kemudian ‘Aisyah mengatakan, “Cukup bagimu jika engkau melihat ada mani, engkau cuci bagian yang terkena mani. Jika engkau tidak melihatnya, maka percikilah daerah di sekitar bagian tersebut. Sungguh aku sendiri pernah mengerik mani dari pakaian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, kemudian beliau shalat dengan pakaian tersebut.”
Maka itu, banyak di antara para ulama berpendapat, seandainya mani itu najis, maka tentu wajib bagi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan mereka untuk menghilangkan mani tersebut dari badan dan pakaian mereka sebagaimana halnya perintah beliau untuk beristinja’ (membersihkan diri selepas buang air), begitu pula sebagaimana beliau memerintahkan untuk mencuci darah haidh dari pakaian, bahkan terkena mani lebih sering terjadi daripada haidh. Sudah maklum pula bahwa tidak ada seorang pun yang menukil kalau Nabi shallallahu ‘alaihi wa salam memerintahkan salah seorang sahabat untuk mencuci mani yang mengenai badan atau pakaiannya.
Dari sini, diketahui dengan yakin bahwa mencuci mani tersebut tidaklah wajib bagi para sahabat.
Yang dimaksud dengan mengerik di sini adalah menggosok dengan menggunakan kuku atau pengerik lainnya.
Seseorang bisa membersihkan badan atau pakaian yang terkena mani dengan cara mengerik jika mani tersebut dalam keadaan kering. Dan jika hanya dikerik masih banyak tersisa, maka lebih baik dengan dicuci.
(RZL)