Masjid Menara Kudus, Mitos dan Simbol Toleransi Umat Beragama
Masjid Menara Kudus adalah salah satu masjid yang berperan dalam sejarah perkembangan Islam di Indonesia, khususnya di Pulau Jawa. Masjid bernama resmi Masjid Al Aqsa Menarat Qudus ini memiliki arsitektur unik, yakni perpaduan Hindu-Jawa dengan Islam.
Masjid yang dibangun sejak tahun 1549 Masehi ini letaknya di Kecamatan Kauman, Kota Kudus, Jawa Tengah. Pendiri Masjid Kudus adalah Sunan Kudus atau Syekh Ja'far Shodiq. Peletakan batu pertama saat pembangunan masjid tersebut menggunakan batu dari Baitul Maqdis Palestina.
Tri Maya Yulianingsih dalam buku Jelajah Wisata Nusantara (2010), menjelaskan bahwa Menara Kudus merupakan hasil akulturasi budaya Hindu-Jawa dengan Islam. Hingga saat ini, Masjid Menara Kudus masih aktif digunakan untuk beribadah umat Islam. Selain itu masjid juga dibuka untuk peziarah ke makam Sunan Kudus.
Sejarah Masjid Menara Kudus
Prasasti yang ada di atas mihrab masjid ini tercetak tahun 956 Hijriah atau 1549 Masehi. Nama asli masjid ini adalah Masjid Al-Quds. Kata ini merujuk kota suci di Palestina yang bernama Al-Quds, atau juga dikenal Yerusalem.
Nama Al-Quds yang kemudian diucapkan sebagai Kudus ini dipilih Sunan Kudus untuk mengobati kerinduannya terhadap tanah kelahirannya tersebut. Sunan Kudus dilahirkan di Al-Quds, Palestina sekitar tahun 1500-an.
Sunan Kudus sendiri adalah salah satu dari Walisongo atau para ulama yang memelopori dakwah Islam di Jawa. Sunan Kudus pernah menjadi Senopati di Kesultanan Demak, kerajaan bercorak Islam pertama di Jawa yang sekaligus meruntuhkan Kerajaan Majapahit. Selain itu, Sunan Kudus juga dikenal sebagai ahli hukum Islam.
Arsitektur Masjid Menara Kudus
Masjid Menara Kudus didirikan di tanah seluas sekitar 5.000 meter persegi. Masjid dikelilingi tembok pembatas yang memisahkannya dengan perkampungan setempat. Terdapat "Gapura Bentar" sebagai jalan utama di utara dan selatan masjid.
Gerbang utara menjadi jalan masuk untuk jamaah langsung ke masjid. Gerbang selatan menjadi jalan menuju kompleks pemakanan. Penamaan "Gapura Bentar" diambil dari istilah Hindu yang bermakna "gerbang".
Masuk ke halaman masjid akan disuguhi pemandangan menara. Menara Kudus dibuat dari bata merah dengan luas 100 meter persegi dan tinggi 18 meter. Ukiran bermotif Hindu dapat ditemukan pada bagian bawah menara.
Bangunan Menara Kudus diibaratkan memiliki bagian kepala, badan, dan kaki. Bagian kepala atau di bawah atap terdapat bedug yang digunakan sebagai penanda waktu salat dengan menghadap utara-selatan. Sementara bagian badan memiliki ruang kecil atau relung yang dikosongkan. Jika dalam bangunan Pura, relung ini biasa diisi patung. Lalu, bagian kaki terdapat ornamen-ornamen motif Hindu.
Arah bangunan Masjid Menara Kudus seperti masjid-masjid lainnya di Indonesia yang mengarah ke arah Kabah sebagai kiblat. Atap masjid turut mengadopsi arsitektur Hindu saat itu yang dibuat tumpang dengan jumlah ganjil.
Menara setinggi 18 meter itu dihiasi 32 piring keramik, sedangkan badan menaranya dibangun dan diukir dengan motif tradisi Jawa-Hindu. Meski Masjid Menara Kudus dibangun dengan mengadaptasi gaya bangunan Hindu, namun tetap memiliki pedoman-pedoman ajaran Islam. Akulturasi ini membuat dakwah Islam lebih diterima masyarakat dengan cara yang elegan.
Kental Aroma Hindu Dipadu Unsur Arab dan Islam
Seperti para Wali lainnya, Sunan Kudus juga punya strategi untuk menebarkan syiar Islam di Jawa dengan cara-cara yang bisa diterima oleh masyarakat lokal. Pembangunan Masjid Menara Kudus menjadi salah satu contohnya. Sunan Kudus mendirikan Masjid Menara Kudus dengan arsitektur perpaduan antara budaya Hindu atau Jawa dengan Islam yang datang dari Arab.
Mengutip laman Kabupaten Kudus, saat itu dilakukan akulturasi agar masyarakat tidak merasa asing dan terkejut dengan bangunan masjid. Hasilnya, penduduk tidak menolak kehadiran masjid sehingga dakwah Islam lebih mudah dilakukan.
Antara masjid dan Menara Kudus tidak dapat dipisahkan. Keduanya merupakan satu kesatuan yang berhubungan langsung dengan sejarah Kota Kudus dan masih difungsikan hingga saat ini.
Bangunan menara masjid menyerupai candi Jago, yang merupakan peninggalan Raja Singasari Wishnuwardhana. Rupanya menara masjid bukan satu-satunya yang menyerupai bangunan candi. Pintu gerbang Masjid Menara Kudus juga didesain menyerupai candi belah atau Candi Bentar. Sementara dua daun pintu dibuat kembar sebagai totalitas tradisi seni kori agung atau paduraksa.
Ornamen berunsur Arab dan Islam salah satunya dapat ditemukan di padasan atau bak air, yang letaknya di samping bangunan masjid. Padasan itu terbuat dari susunan bata merah tanpa pelester. Di bagian bawah terdapat ornamen pola anyaman simpul (Arabesque) dengan bahan batu putih.
Ornamen tersebut mengisi panil-panil pada bagian dinding padasan dengan jumlah 18 buah. Pola ornamen simpul ini juga dapat ditemukan di sejumlah tempat, seperti Masjid Agung Demak dan Masjid Mantingan di Jepara.
Toleransi Umat Beragama
Masjid Menara Kudus merupakan hasil akulturasi budaya Islam, Hindu, dan Buddha yang menjadi bukti nyata wujud kerukunan dan toleransi antar umat beragama. Kepada para pengikutnya Sunan Kudus mengajarkan sikap toleransi antar umat beragama. Antara lain dengan melarang menyembelih sapi untuk dikonsumsi karena sapi dianggap sebagai binatang suci bagi umat Hindu. Kebiasaan itu masih berlangsung hingga saat ini dan masyarakat memilih untuk mengonsumsi daging kerbau sebagai gantinya.
Mitos Kehilangan Jabatan
Mitos Masjid Menara Kudus berkaitan dengan ajian berupa rajah milik Sunan Kudus, yang disebut dengan nama Rajah Kalacakra. Konon, Rajah Kalacakra ini ditanam Sunan Kudus di bagian pintu gerbang menuju kompleks masjid.
Tujuan dari penanaman Rajah Kalacakra oleh Sunan Kudus itu untuk melemahkan kekuatan orang-orang yang berniat jahat. Hingga kini, mitos tersebut masih diyakini oleh masyarakat. Bahkan, akibat dari mitos itu sangat jarang pejabat yang berkunjung ke masjid ini.
Ada keyakinan bahwa pejabat yang datang berkunjung, salat, dan berziarah ke makam Sunan Kudus, mereka akan kehilangan kekuasaan. Sehingga, para pejabat yang memang akan berkunjung akan meminta pengelola masjid untuk dapat masuk dari pintu lain, tanpa melewati pintu gerbang yang dirajah Kalacakra.
Terlepas dari benar tidaknya cerita itu, ada pesan positif di baliknya, yakni siapa pun yang beribadah ke masjid, harus menanggalkan kepentingan duniawi, salah satunya kekuasaan.
Masjid Menara memiliki lima pintu di sebelah kanan dan kiri, jumlah jendelanya ada empat buah serta memiliki delapan tiang besar di dalam masjid yang terbuat dari kayu jati. Di dalam masjid terdapat dua bendera yang terletak di kanan dan kiri tempat khatib menyampaikan khotbah, dan di serambi depan masjid berdiri gapura paduraksa yang biasa disebut sebagai "lawang kembar".
Di kompleks masjid juga ada delapan pancuran untuk wudu yang diatasnya terdapat arca yang mengadaptasi keyakinan Buddha. Arca tersebut memiliki arti Delapan Jalan Kebenaran atau Asta Sanghika Marga.
Ziarah Masjid Menara Kudus
Selain sebagai masjid dan tempat ibadah, Masjid Menara Kudus juga sering dijadikan tempat untuk berziarah ke makam Sunan Kudus. Di sebelah barat masjid itu terdapat makam Sunan Kudus yang dikelilingi makam ahli waris, ulama, dan beberapa tokoh agama yakni Panembahan Palembang, Pangeran Pedamaran, dan Panembahan Condro yang banyak dikunjungi wisatawan dan para peziarah.
Ziarah makam Sunan Kudus bisa dilakukan setiap hari, mulai pukul 05.00 sampai 22.00 WIB. Selama pandemi Covid-19, para peziarah diharuskan tetap menjaga protokol kesehatan (prokes) selama di dalam kompleks.
Selain itu, Masjid Menara Kudus ini menjadi pusat keramaian pada Festival Dhandhangan yang diadakan warga setempat untuk menyambut bulan suci Ramadan.