Blog Islam Sehari-hari Alquran dan Hadist

Hukum Marah dalam Islam & Adabnya yang Diajarkan Rasulullah

Hukum Marah dalam Islam & Adabnya yang Diajarkan Rasulullah
Hukum Marah dalam Islam & Adabnya yang Diajarkan Rasulullah

Marah adalah emosi yang wajar dirasakan oleh setiap manusia. Namun, seringkali emosi ini bisa memicu konflik, merusak hubungan, dan menimbulkan tindak kekerasan jika tidak dikelola dengan baik. Nah, sebagai seorang Muslim, Anda perlu mengetahui bagaimana hukum marah dalam Islam dan syaratnya sesuai Al-Qur'an dan hadis.

Dengan menerapkan nilai-nilai ini, Anda bisa memahami betapa pentingnya sabar, memaafkan, dan meredam amarah sebagai bentuk ibadah sekaligus indikator akhlak diri. Penasaran bagaimana bentuk marah yang diperbolehkan dalam Islam​? Baca sampai selesai, ya!

Pengertian Marah dalam Islam

Dalam Islam, marah dikenal dengan istilah ghadhab (غَضَب), yang berasal dari akar kata ghadhiba-yaghdhabu-ghadhaban yang berarti marah. Secara bahasa, marah memiliki beberapa makna, di antaranya adalah sebagai berikut.

  • Kemarahan atau Ketidaksenangan (السُّخْطُ): Mengacu pada rasa tidak ridha terhadap sesuatu. Contohnya, ungkapan ghadhiba 'alaihi berarti membenci atau tidakmenyukai seseorang.

  • Menggigit Sesuatu (العَضُّ عَلَى الشَّيْءِ): Contoh penggunaannya terdapat dalam kalimat ghadhibatil khaylu ‘ala al-lujmi, yang berarti kuda menggigit kekangnya.

  • Kemuraman (العَبُوْسُ): Menggambarkan seseorang atau sesuatu yang bermuka muram, seperti pada kalimat naqah ghadhub (unta yang muram) atau imra'ah ghadhub (wanita yang bermuka muram).

  • Membengkak di Sekitar Sesuatu (وَرِمَ مَاحَوْلَ الشَّيْءِ): Mengacu pada kondisi fisik, misalnya ghadhibat ‘ainuhu, yang berarti matanya bengkak.

  • Buruk dalam Bergaul dan Berakhlak (الكِدْرُ فِي الْمُعَاشَرَةِ وَالخُلُقِ): Istilah ghadhabi mengacu pada sifaat seseorang yang sulit bergaul atau memiliki perilaku buruk

Sementara itu, secara istilah, marah adalah perubahan emosi yang muncul akibat dorongan kekuatan atau rasa dendam, dengan tujuan meredakan gejolak di dalam dada. Tingkatan tertinggi dari marah disebut al-ghaydh (الغيظ), yang berarti kemarahan yang teramat sangat.

Baca Juga: 8 Adab Makan dan Minum Menurut Islam Sesuai Ajaran Rasulullah

Hukum Marah dalam Islam​

Ajaran Islam tidak melarang umatnya untuk marah, karena itu merupakan bagian dari fitrah atau sifat alami manusia. Namun, Islam sangat menekankan pentingnya mengendalikan amarah untuk mencegah dampak buruk yang bisa merugikan diri sendiri maupun orang lain.

Rasulullah SAW mengingatkan pentingnya menahan amarah, sebagaimana sabda beliau:

لاَ تَغْضَبْ وَلَكَ الْجَنَّةُ

Artinya: “Janganlah kamu marah, maka bagimu Surga (akan masuk Surga).” (HR. Ath Thabrani).

Rasulullah SAW juga pernah bersabda bahwa orang yang paling kuat adalah mereka yang mampu mengendalikan amarahnya (HR. Muslim). Dalam hadis lain yang diriwayatkan Abu Hurairah RA, Rasulullah SAW menegaskan hal serupa.

"عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ رَجُلًا قَالَ لِلنَّبِيِّ صلى الله عليه و سلم أَوْصِنِي. قَالَ "لَا تَغْضَبْ، فَرَدَّدَ مِرَارًا، قَالَ: لَا تَغْضَبْ

Artinya: “Dari Abu Hurairah, seseorang bertanya pada Rasulullah SAW, “Ya Rasulullah berilah saya nasihat,” Nabi kemudian berkata, “Jangan marah,” Dia mengulang pertanyaannya yang selalu dijawab dengan, “Jangan marah.” (HR. Bukhari)

Konsep marah dalam Islam juga tertulis dalam Al-Qur’an Surah Ali Imran ayat 133-134. Ayat tersebut berisi perintah Allah SWT kepada umat-Nya untuk segera memohon ampunan. Allah SWT berfirman:

 وَسَارِعُوۡۤا اِلٰى مَغۡفِرَةٍ مِّنۡ رَّبِّكُمۡ وَجَنَّةٍ عَرۡضُهَا السَّمٰوٰتُ وَالۡاَرۡضُۙ اُعِدَّتۡ لِلۡمُتَّقِيۡنَۙ (133)‏

Wa sāri'ū ilā magfiratim mir rabbikum wa jannatin 'arḍuhas-samāwātu wal-arḍu u'iddat lil-muttaqīn.

Artinya: “Dan bersegeralah kamu mencari ampunan dari Tuhanmu dan mendapatkan surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang tersedia bagi orang-orang yang bertakwa.”

الَّذِيۡنَ يُنۡفِقُوۡنَ فِى السَّرَّآءِ وَالضَّرَّآءِ وَالۡكٰظِمِيۡنَ الۡغَيۡظَ وَالۡعَافِيۡنَ عَنِ النَّاسِ​ؕ وَاللّٰهُ يُحِبُّ الۡمُحۡسِنِيۡنَ (134

Allażīna yunfiqụna fis-sarrā`i waḍ-ḍarrā`i wal-kāẓimīnal-gaiẓa wal-'āfīna 'anin-nās, wallāhu yuḥibbul-muḥsinīn.

Artinya: “(yaitu) orang yang berinfak, baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang lain. Dan Allah mencintai orang yang berbuat kebaikan.”

Baca Juga: Agar Hidup Lebih Berkah, Menurut Al-Quran dan As-Sunnah

Adab Marah yang Diperbolehkan dalam Islam​

Marah yang dianjurkan dalam Islam adalah marah yang muncul karena Allah Ta’ala, misalnya ketika syariat-Nya dihina atau dilanggar, ketika harus menegakkan kebenaran, dan ketika membela agama. Marah seperti ini dianggap sebagai perbuatan yang terpuji dan mendatangkan pahala, selama memenuhi tiga syarat utama berikut ini.

1. Tidak Melakukan Perbuatan yang Dilarang

Terkait hukum ketika marah dalam Islam, Anda tidak boleh memukul, mencaci, atau main hakim sendiri. Semua tindakan harus tetap dalam batasan syariat. Allah Ta’ala berfirman:

وَلَا تَسُبُّوا۟ ٱلَّذِينَ يَدْعُونَ مِن دُونِ ٱللَّهِ فَيَسُبُّوا۟ ٱللَّهَ عَدْوًۢا بِغَيْرِ عِلْمٍ ۗ

Wa lā tasubbullażīna yad'ụna min dụnillāhi fa yasubbullāha 'adwam bigairi 'ilm.

Artinya:

“Dan janganlah kamu memaki sesembahan-sesembahan yang mereka sembah selain Allah, karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa pengetahuan.” (QS. Al-An’am: 108)

Baca Juga: 10 Adab Bertetangga dalam Islam untuk Menjaga Kerukunan

2. Memberikan Nasihat dengan Bijak

Ketika marah, Anda harus mengarahkan emosi tersebut untuk menyampaikan kebaikan dan kebenaran. Dalam sebuah riwayat, Abu Mas’ud Al-Badri mengisahkan bahwa Rasulullah SAW pernah menanggapi pembicaraan seorang petani yang memperpanjang bacaan dalam shalat dengan penuh hikmah dan nasihat lembut.

Ketika mendengar pembicaraan itu, Abu Mas’ud berkata:

فَمَا رَأَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَطُّ أَشَدَّ غَضَبًا فِي مَوْعِظَةٍ مِنْهُ يَوْمَئِذٍ ثُمَّ قَالَ يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّ مِنْكُمْ مُنَفِّرِينَ فَأَيُّكُمْ مَا صَلَّى بِالنَّاسِ فَلْيُوجِزْ فَإِنَّ فِيهِمْ الْكَبِيرَ وَالضَّعِيفَ وَذَا الْحَاجَةِ

Arinya:

“Belum pernah kulihat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam sedemikian marahnya seperti ketika beliau menasihatinya.” Lantas, Nabi menegur, “Hai manusia, jangan sampai ada di antara kalian ada yang menjadikan orang lain menjauhkan diri dari (masjid dan ibadah), siapa di antara kalian mengimami orang-orang, lakukanlah secara ringkas (sederhana), sebab di sana ada orang-orang tua, orang lemah, dan orang yang mempunyai keperluan.” (HR. Bukhari)

3. Memberikan Hukuman yang Adil

Marah dalam Islam juga memiliki aturan dalam pemberian hukuman. Hukuman bertujuan memberikan efek jera dan mencegah kesalahan serupa di masa depan, namun tetap dilakukan dengan adil sesuai ajaran Islam. Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata:

وما نِيل منْهُ شيء قَطُّ فَيَنتَقِم مِنْ صاحِبِهِ إِلاَّ أَنْ يُنتَهَكَ شَيء مِن مَحَارِمِ اللَّهِ تعالى : فَيَنْتَقِمَ للَّهِ تعالى

Artinya:

“Tidak pernah (Rasulullah) itu terkena sesuatu yang menyakiti, lalu memberikan pembalasan kepada orang yang berbuat terhadapnya, kecuali jikalau ada sesuatu dari larangan-larangan Allah dilanggar, maka Rasulullah memberikan pembalasan karena mengharapkan keridaan Allah Ta’ala.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Bahkan, Rasulullah SAW tidak segan untuk memberikan hukuman yang tegas, seperti ketika beliau siap memotong tangan anaknya (Fatimah) jika terbukti mencuri.

أَيُّهَا النَّاسُ، إِنَّمَا أَهْلَكَ الَّذِينَ قَبْلَكُمْ أَنَّهُمْ كَانُوا إِذَا سَرَقَ فِيهِمِ الشَّرِيفُ تَرَكُوهُ، وَإِذَا سَرَقَ فِيهِمِ الضَّعِيفُ أَقَامُوا عَلَيْهِ الْحَدَّ، وَايْمُ اللهِ لَوْ أَنَّ فَاطِمَةَ بِنْتَ مُحَمَّدٍ سَرَقَتْ لَقَطَعْتُ يَدَهَا

Artinya:

“Wahai manusia, sesungguhnya yang membinasakan orang-orang sebelum kalian adalah jika ada orang yang mulia (memiliki kedudukan) di antara mereka yang mencuri, maka mereka biarkan (tidak dihukum). Namun, jika yang mencuri adalah orang yang lemah (rakyat biasa), maka mereka menegakkan hukum atas orang tersebut. Demi Allah, sungguh jika Fatimah binti Muhammad mencuri, aku sendiri yang akan memotong tangannya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Baca Juga: Pentingnya Menjaga Silaturahmi Bagi Seorang Muslim

Pahami Hukum dan Adab Marah dalam Islam agar Emosi Terkendali

Secara keseluruhan, marah dalam Islam memiliki batasan yang jelas dan petunjuk yang sangat bermanfaat untuk meredakan emosi, menjaga keharmonisan antarumat, serta mendapatkan keridhaan Allah SWT. Marah yang muncul karena Allah Ta’ala adalah marah yang terpuji dan membawa pahala, asalkan tetap dalam koridor syariat.

Untuk menghindari marah, ingatlah bahwa menahan amarah adalah tanda kekuatan, bukan kelemahan. Cobalah untuk mendalamkan kesabaran dengan berzikir, membaca Al-Qur'an, atau merenung sejenak saat mulai merasa marah. Selain itu, Anda bisa segera mengambil wudhu atau berbaring untuk meredakan emosi.

Tags