Kekuasaan Allah di Balik Kisah Ashabul Kahfi
Kisah Ashabul Kahfi adalah cerita tentang tujuh pemuda yang beriman kepada Allah SWT. Mereka ditidurkan selama 309 tahun setelah melarikan diri dari kejaran raja Diqyaanus yang dzalim.
Bersama seekor anjing, mereka diselamatkan Allah SWT dengan bersembunyi di dalam gua Aman di Yordania. Kisah Ashabul Kahfi atau tujuh pemuda penghuni gua itu sendiri diabadikan dalam Alqur’an Surat Al Kahfi ayat 13:
نَحْنُ نَقُصُّ عَلَيْكَ نَبَأَهُمْ بِالْحَقِّ ۚ إِنَّهُمْ فِتْيَةٌ آمَنُوا بِرَبِّهِمْ وَزِدْنَاهُمْ هُدًى
“Kami kisahkan kepadamu (Muhammad) cerita ini dengan benar. Sesungguhnya mereka adalah pemuda-pemuda yang beriman kepada Rabb mereka, dan Kami tambah pula untuk mereka petunjuk.” (QS. Al-Kahfi: 13)
Ayat ini merupakan permulaan rincian kisah dan keterangannya. “Sesungguhnya mereka adalah pemuda-pemuda yang beriman kepada Rabb mereka” yakni mengakui keesaan Allah dan mempersaksikan bahwa tidak ada sesembahan yang berhak disembah selain Allah. “dan Kami tambah pula untuk mereka petunjuk”, maksudnya adalah dengan taufik (hidayah) dan tatsbit (pemantapan dan keteguhan hati).
Kisah ini diawali saat kaum ketujuh pemuda itu mengadakan perayaan tahunan di sebuah tempat di luar kota mereka. Kaum mereka adalah penyembah berhala dan taghut. Pada perayaan itu, kaum tersebut melakukan penyembelihan kurban hewan untuk berhala mereka.
Raja mereka, Diqyaanus yang diktator pun menganjurkan rakyatnya untuk melakukan hal serupa, menyeru serta memerintahkan seluruh rakyatnya untuk menyembah dan berkurban untuk berhala.
Ketika orang-orang dari kaumnya keluar menuju tempat pertemuan mereka dalam perayaan itu, para pemuda tersebut ikut keluar bersama orang tua mereka untuk menyaksikan apa yang dilakukan oleh kaumnya.
Para pemuda tersebut melihat ritual kaumnya yang bersujud kepada berhala-berhala itu. Karena merasa apa yang dilakukan kaumnya salah, maka para pemuda itu memisahkan diri dari masing-masing kaumnya untuk mencari tempat yang jauh.
Pada awalnya, seseorang dari mereka duduk bernaung di bawah pohon, lalu datanglah pemuda lain turut duduk bergabung dengannya. Kemudian datang lagi pemuda yang lain. Demikianlah seterusnya hingga tujuh pemuda tersebut berkumpul di tempat itu, tanpa saling mengenal satu sama lain.
Karena baru bertemu, mereka pun menutup diri dari yang lainnya karena takut pribadi dan sikapnya diketahui orang lain. Mereka saling tidak mengetahui apakah ‘temannya’ itu seakidah dengannya atau tidak.
Namun setelah tak saling bicara, salah seorang dari mereka memberanikan diri untuk mengatakan, "Hai kaumku, kalian mengetahui, demi Allah, sesungguhnya tiada yang menjauhkan kalian dari kaum kalian hingga kalian memisahkan diri dari mereka kecuali karena suatu alasan, maka hendaklah kita mengutarakan tujuannya masing-masing."
Seseorang dari mereka menjawab, "Sesungguhnya saya, demi Allah, setelah melihat apa yang dilakukan oleh kaumku, saya menyimpulkan bahwa apa yang mereka lakukan itu batil. Karena sesungguhnya yang berhak disembah semata dan tidak boleh dipersekutukan dengan sesuatu hanyalah Allah, yang telah menciptakan langit dan bumi serta semua yang ada di antara keduanya."
Yang lainnya mengatakan, "Saya pun mempunyai pemikiran yang sama dengan apa yang dia katakan," dan yang lainnya lagi mengatakan hal yang sama, hingga mereka semua sepakat dalam suatu kalimat dan ternyata mereka senasib dan sepenanggungan; mereka menjadi bersauda¬ra yang sebenarnya dalam ikatan iman.
Lantas mereka membangun sebuah tempat peribadatan untuk menyembah Allah SWT. Tetapi kaum mereka mengetahuinya dan melaporkan keadaan mereka kepada sang raja. Raja pun memanggil mereka, lalu menanyai urusan mereka dan apa yang sedang mereka lakukan.
Mereka menjawab dengan jawaban jujur dan menyeru raja untuk menyembah Allah SWT.
Melarikan Diri ke Gua
Sang raja pun marah mendengar ajakan para pemuda tersebut. Raja memerintahkan para pengawalnya untuk membunuh mereka hingga membuat ketujuh pemuda itu lari menyelamatkan diri dan bersembunyi dalam sebuah gua.
Selama berada di tempat persembunyiannya itu, atas izin Allah, ketujuh pemuda itu ditidurkan selama 309 tahun. Hal ini disebutkan dalam Alquran:
وَلَبِثُوْا فِيْ كَهْفِهِمْ ثَلٰثَ مِائَةٍ سِنِيْنَ وَازْدَادُوْا تِسْعًا قُلِ اللّٰهُ اَعْلَمُ بِمَا لَبِثُوْا ۚ لَهٗ غَيْبُ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضِۗ اَبْصِرْ بِهٖ وَاَسْمِعْۗ مَا لَهُمْ مِّنْ دُوْنِهٖ مِنْ وَّلِيٍّۗ وَلَا يُشْرِكُ فِيْ حُكْمِهٖٓ اَحَدً
"Dan mereka tinggal dalam gua mereka tiga ratus tahun dan di¬tambah sembilan tahun (lagi). Katakanlah, "Allah lebih mengeta¬hui berapa lamanya mereka tinggal (di gua), kepunyaan-Nyalah semua yang tersembunyi di langit dan di bumi. Alangkah terang penglihatan-Nya dan alangkah tajam pendengaran-Nya. tidak ada seorang pelindung pun bagi mereka selain dari-Nya; dan Dia tidak mengambil seorang pun menjadi sekutu-Nya dalam menetapkan keputusan." (QS. Al Kahfi: 25-26).
Disebutkan dalam ayat tersebut di atas bahwa ketujuh pemuda itu ditidurkan selama 309 tahun. Mereka kemudian dibangunkan oleh Allah dari tidurnya. Wajah mereka pun berseri-sering dan saling bertanya berapa lama tidur di gua. Sebagian dari tujuh pemuda itu lalu berkata bahwa hanya Allah yang tahu berapa lama mereka ditidurkan. Setelah itu, mereka keluar dari gua dan mencari makan ke kota. Ketujuh pemuda itu kaget karena keadaan kota sudah berubah dan banyak orang yang sudah beriman kepada Allah SWT. Tak berapa lama kemudian, ketujuh pemuda itu meninggal dunia.
Kisah Ashabul kahfi ini mengajarkan bagi Muslim untuk tetap berpegang teguh kepada keimanan di mana pun dan dalam kondisi apa pun. Dari cerita ini pula, betapa tak terbatasnya kekuasaan Allah SWT atas apa yang ada di langit dan bumi.
Wallahu A'lam Bishshawab.
(RZL)