Doa Berbuka Puasa yang Shahih, Menurut Sunnah dan Hadits Nabi
Bulan Ramadhan bagi umat Islam merupakan bulan istimewa, yang di dalamnya terdapat kewajiban untuk berpuasa sebulan penuh. Seperti suatu mesin yang terus berjalan selama setahun, ada waktu jeda sebulan penuh, untuk beribadah Puasa.
Saat puasa, jasmani manusia dilemahkan supaya rohani bisa lebih dekat dengan Allah Subhanahu wa-ta’ala (Swt). Prof. Dadang Kahamad, Ketua PP Muhammdiyah, menjelaskan, hasil dari puasa adalah perubahan psikologis masyarakat Muslim menjadi lebih sehat dan setabil. Alhasil adalah tindakan yang dilakukan oleh Muslim tidak berlandaskan nafsu.
Pengendalian nafus ini jika dikontekstualisakan ke dalam era terkenini, ketika media social menjadi bagian penting dalam kehidupan sehari-hari. Menurut Prof Dadang, hati dan rohani manusia yang tenang dan jernih bisa dijadikan sebagai alat untuk filtrasi informasi. Hati jernih yang dimiliki oleh seorang Muslim merupakan tempat pemilihan informasi yang baik.
Guru Besar Sosiologi Islam ini menjelaskan, hati yang jernih tersebut dipadukan dengan kekuatan akal untuk membedakan informasi baik, bermanfaat, benar atau tidak benar. Keberhasilan pengendalian nafsu saat puasa, dapat dilihat dari respon yang ditampilkan seorang muslim dalam menerima informasi. Mereka relatif lebih tenang, tidak meledak-ledak, dan tidak membagi informasi hoaks.
Doa Berbuuka Puasa Berdasar Hadits
Agar ibadah bulan puasa penuh dengan keberkahan, terlebih dahulu perlu dipahami Doa Berbuka Puasa. Cukup banyak doa berbupa puasa yang diketahui masyarakat. Namun, di sini, kita tampilkan Doa Buka Puasa yang Shahih sesuai Sunah dan Hadits Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam (Saw).
1. Hadis Riwayat Bukhari dan Muslim
Terdapat doa puasa yang umum dibaca saat akan berbuka puasa. Doa berbuka puasa ini bersumber dari hadis yang diriwayatkan Bukhari dan Muslim.
اَللّهُمَّ لَكَ صُمْتُ وَبِكَ آمَنْتُ وَعَلَى رِزْقِكَ أَفْطَرْتُ بِرَحْمَتِكَ يَا اَرْحَمَ الرَّحِمِيْنَ
Allahumma laka shumtu wa bika amantu wa'ala rizqika afthartu. Birrahmatika yaa arhamar roohimin.
Artinya:
Ya Allah, untuk Mu aku berpuasa, dan kepada Mu aku beriman, dan dengan rezeki Mu aku berbuka. Dengan rahmat Mu wahai yang Maha Pengasih dan Penyayang.
2. Hadis Riwayat Abu Dawud
Terdapat pula doa berbuka puasa yang diriwayatkan oleh Abu Dawud. Doa berbuka puasa ini dibacakan setelah membatalkan puasa.
ذَهَبَ الظَّمَأُ وَابْتَلَّتِ الْعُرُوقُ، وَثَبَتَ الأَجْرُ إِنْ شَاءَ اللهُ
Dzahabaz zhama'u wabtallatil 'uruqu wa tsabatal ajru, insyaallah.
Artinya:
Telah hilang rasa haus, dan urat-urat telah basah serta pahala telah tetap, insya Allah.
Kedua doa buka puasa ini boleh dipanjatkan kepada Allah SWT untuk mendapatkan keberkahan saat berpuasa di bulan Ramadhan.
Penjelasan dari Pendapat Ulama
Menurut kitab Fath al-Mu’in, doa berbuka puasa yang baik adalah membaca doa sesuai dengan lafal doa dalam hadits riwayat sahabat Mu’adz bin Zuhrah. Sedangkan lafal doa dalam hadits yang diriwayatkan Abdullah bin Umar ditambahkan ketika seseorang berbuka dengan menggunakan air. Sebab nyaris tidak ada orang berbuka puasa tanpa makanan dan minuman, kecuali sangat terdesak.. Sehingga, bacaan yang sering kita dapati adalah penggabungan doa dari hadits tersebut:
Yang artinya:
“Ya Allah, untuk-Mulah aku berpuasa, atas rezekimulah aku berbuka. Telah sirna rasa dahaga, urat-urat telah basah, dan (semoga) pahala telah ditetapkan, insyaaallah.”
Pada sisi lain, perlu diketahui, doa berbuka puasa yang paling sering dilafalkan oleh masyarakat, sebagai berikut:
اَللّهُمَّ لَكَ صُمْتُ وَبِكَ آمَنْتُ وَعَلَى رِزْقِكَ أَفْطَرْتُ بِرَحْمَتِكَ يَا اَرْحَمَ الرَّحِمِيْنَ
Allahumma laka shumtu wa bika amantu wa'ala rizqika afthartu. Birrahmatika yaa arhamar roohimin.
Artinya :
"Ya Allah, untuk-Mu aku berpuasa, dan kepada-Mu aku beriman, dan dengan rezeki-Mu aku berbuka. Dengan rahmat-Mu wahai yang Maha Pengasih dan Penyayang."
Doa Berbuka Puasa ini yang lazim dilafalkan oleh masyarakat umum. Doa ini sendiri berasal dari hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim.
Demikian beberapa doa yang dilafalkan ketika berbuka puasa. Doa shahih karena berdasar Hadits Nabi, sebagaimana diajarkan para ulama terdahulu.
Agama Memberi Kemudahan Beribadah
Seperti dipahami, dalam pelaksanaannya agama Islam bertujuan memberikan kemudahan, karena itu melaksanakan perintah agama juga harus secara mudah. Allah Subhanahu wa-ta’ala (Swt) menghendaki kemudahan dan tidak menghendaki bagi kesukaran.
Prof. Syamsul Anwar, Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, dalam Kajian Ramadan Sehat dan Aman di Televisi memberi penjelasan secara luas. Berdasarkan keterangan di ayat Al-Quran dan Hadits, kemudian para ulama membuat suatu prinsip Al- masyaqqah tajlibu at taisir.”
“Apabila dalam melaksanakan agama termasuk puasa itu maka diberi kelonggaran,” sambung Syamsul menjelaskan prinsip pertama ini.
Prinsip kedua adalah melaksanakan agama sesuai dengan kemampuan. Prinsip ini merujuk pada surat Al-Baqarah ayat 286, “La Yukallifullahu Nafsan Illa Wus’aha…..”
Artinya: Allah tidak membebani seseorang sesuai dengan kesanggupannya. Nabi juga menjelaskan, bahwa apabila dirinya memberikan anjuran, maka lakukan sesuai dengan kemampuan.
“Jadi agama itu tidak boleh dipaksa-paksakan, sehingga menimbulkan kesukaran-kesukaran. Allah sendiri tidak menghendaki hal yang demikian itu,” tuturnya.
Prinsip yang ketiga adalah dalam melaksanakan agama itu tidak boleh timbul mudharat. Prinsip ini merujuk pada Sabda Nabi Saw “la dharara wala dhirar”, jika diartikan secara luas maka dalam melaksanakan perintah agama itu muslim tidak boleh mengalami musibah akibat ibadah tersebut.
Bahkan Rasulullah Muhammad Shallallahu alaihi wasallam (Saw) pernah berkata, bahwa puasa dalam perjalanan itu maksiat, apabila karena puasa yang dilakukan tersebut mengancam jiwa dan kesehatan orang tersebut. Akan tetapi bukan berarti Rasulullah melarang orang berpuasa dalam perjalanan. Maksiat dalam konteks ini menurut Syamsul adalah memaksakan diri dalam agama.
Selanjutnya, prinsip keempat dalam melaksanakan perintah agama termasuk puasa adalah sesuai dengan yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW. Secara khusus, dijelaskan tentang hal-hal yang membatalkan puasa dan yang tidak.
Penyebab Batalnya Puasa
Merujuk Al-Qur’an dan Hadits, diantara tindakan yang membatalkan puasa adalah makan dan minum, berhubungan suami-istri pada siang hari, dan muntah yang disengaja. Kemudian juga ada hal yang masih dalam perselisihan membatalkan puasa atau tidak, yaitu bekam atau mengambil darah kotor.
Memang, pernik-pernik persoalan seputar puasa perlu diketahui dan dipamahi secara umum oleh umat Islam.
Pada bulan nan suci ini, selain menahan haus dan lapar, kita juga harus menghindari penyebab batal puasa yang lainnya, yaitu:
1. Masuknya sesuatu ke dalam lubang tubuh (jauf) dengan sengaja, seperti mulut dan hidung, hingga melewati batas awalnya.
2. Mengobati dengan cara memasukkan benda termasuk obat maupun benda lainnya ke salah satu dari dua jalan (qubul dan dubur).
3. Muntah dengan sengaja (kalau tidak sengaja, maka puasa Anda tidak batal).
4. Melakukan hubungan seksual dengan lawan jenis (jima’) dengan sengaja.
5. Keluarnya air mani (sperma) yang sebagai akibat dari sentuhan kulit.
6. Wanita yang mengalami haid atau nifas pada saat puasa. Jika mengalaminya, maka harus segera membatalkan puasa dan mengqadhanya di bulan depan.
7. Menjadi gila (junun) ketika sedang menjalankan ibadah puasa.
8. Murtad, yang berarti keluar dari agama Islam.